TIPS MODIFIKASI MOBIL


Terdiri dari 2 Modifikasi :
Mesin : Menurut Katalog TRD(Toyota Racing Development) ada 4 golongan (Stage 1-4) yaitu:

Stage-1 : Modifikasi yang menghasilkan Tambahan Tenaga 25 % dari Standard. Tujuannnya adalah untuk meningkatkan kemampuan dan keandalan mesin.
Stage-2 : Modifikasi yang menghasilkan Tenaga 40 % dari StandardBiasanya untuk Reli dan pembalap sirkuit kelas amatir
Stage-3 : Modifikasi yang menghasilkan tambahan tenaga 70-100 %. Digunakan untuk Pereli/Pembalap profesional.
Stage-4: Modifikasi tenaga 100 % dan biasanya digunakan untuk Sprint Jarak Pendek dan Lurus dengan Kecepatan Supersonik.

Sasis : Modifikasi ini biasanya terkonsentrasi pada sistem Transmisi dan Suspensi.
Transmisi, penggantian yang ekstrem adalah dari tipe standar ke tipe Close ratio (perbandingan setiap gigi dekat satu sama lain). Biasanya digunakan untuk reli, dimana dibutuhkan perpindahan gigi tanpa mengurangi tenaga mesin.
Suspensi, modifikasi ini ada 2 aliran yaitu Jangkung dan Ceper, Untuk Membuat Jangkung kendaraan anda perhatikan sudut ketinggian antara as kopel dan posisi gardan jangan terlalu curam, maka kemungkinan besar cross joint as kopel bisa cepat aus atau patah saat anda menggeber di medan yang buruk. Untuk membuat ceper sedan/minibus dengan mengurangi ulir per keong atau per daun di pres rata atau kadang-kadang lengkungannya menjadi negatif. Cara tersebut diatas sebaiknya jangan ditiru, karena Per Keong yang jumlah ulirnya dikurangi akan kehilangan fleksibilitas dalam meredam guncangan. Begitu juga per daun akan menjadi berkurang kelenturannya serta efek bantingan suspensi menjadi keras.




(Sumber dari buku :TIP Otomotif Edisi 2 - Harian Media Indonesia)





  • READ MORE.......



  • for more details and updates about automotive-technology, please visit.........
    www.automotive-technology-guide.blogspot.com

    Tipe Pengemudi

    Agresif itu bukan perilaku tercela. Tapi jika agresivitas dibawa-bawa ke jalan raya, tentu berbahaya. Minimal mengundang umpatan pengemudi lain.
    Bagaimana cara mengendalikannya?
    Dua ahli jantung asal AS, Meyer Friedman dan Ray Rosenman, dalam buku Type A Behavior and Your Heart menggolongkan kepribadian manusia menjadi dua macam, yaitu tipe A dan tipe B.
    Pribadi tipe A biasanya tergesa-gesa dalam melakukan sesuatu dan terkesan siap "meledak" dalam lautan kemarahan.

    Beda dengan tipe B yang lebih pasif dan sopan. Orang tipe A menunjukkan tanda-tanda pergolakan batinnya secara nyata, antrara lain dengan mengepalkan telapak tangan, memukul meja, atau menggemeretakkan gigi.
    Sialnya, masih menurut Friedman dan Rosenman, jumlah orang bertipe agresif alias tipe A disinyalir lumayan besar. Dalam penelitian Friedman dan Rosenman, jumlah wanita dan pria yang masuk kategori tipe A bahkan mencapai 60% dari total responden.
    Orang kota diyakini memiliki peluang lebih besar menjadi tipe A, karena tingkat stres yang tinggi dan kesibukan yang terus meningkat.
    Merangsang hormon

    • Orang bertipe A pula yang lazimnya suka berperilaku agresif dan mempraktikkan adegan-adegan berbahaya di jalan raya, seperti membunyikan klakson sesuka hati, main serobot kanan-kiri, sampai menggerung-gerungkan mesin mobil seenaknya.
    Jadi, kalau selama ini Anda merasa sangat responsif terhadap gangguan lalu lintas dan kerap melampiaskannya dalam bentuk agresivitas saat mengemudi, mungkin Anda berkepribadian tipe A. Agresivitas mengemudi sendiri merupakan bawaan bawah sadar yang harus ditekan, bukan dihilangkan, karena memang amat sulit dihapus.

    Sikap agresif itu hanya perlu disalurkan dalam bentuk yang lebih aman dan dapat dipertanggungjawabkan secara teknis. Mengemudi kendaraan bermotor (ranmor) pada dasarnya aktivitas agresif dan di namis, tidak bisa pasif. Pengemudi dituntut berkonsentrasi penuh pada medan di depan dan belakangnva. Tubuh lalu merespons dalam bentuk ketegangan (stres) yang memicu sekresi hormon tiroid dan adrenal, sehingga meningkatkan produksi energi, menggiatkan detak jantung, dan mendorong keluarnya keringat.
    Pendek kata, tubuh merasakan bahwa aktivitas mengemudi merupakan kegiatan yang sangat melelahkan. Hal itu berlaku bagi pengemudi amatir maupun pembalap kawakan sekelas Michael Schumacher. Itu sebabnya, pengemudi pemula lazimnya memperlihatkan gejala tegang, detak jantung makin cepat, dan berkeringat ketika berada di belakang kemudi. Lambat
    laun, ia menjadi semakin santai, seiring dengan meningkatnya jam terbang.

    Ketegangan yang dirasakan tubuh saat berada di belakang kemudi merangsang orang tipe A (yang sejatinya memang senang bersaing) untuk mempertontonkan sikap mengemudi agresif. Jangankan si A, pengemudi berkepribadian tipe B yang lebih sabar pun bisa menunjukkan agresivitas mengemudi jika dilanda ketegangan. Maklum, pengemudi membutuhkan media penyalur untuk melampiaskan rasa tegang.


    Namun, pada tingkat gangguan yang sama, ketegangan pengemudi tipe A bisa jauh melebihi pengemudi tipe B. Tak heran kalau sikap pengemudi tipe A di jalan raya terlihat jauh lebih agresif dan mengancam ketimbang si B. Meski sama-sama berada di tengah kemacetan, misalnya, seorang pengemudi tipe A barangkali sudah puluhan kali memencet tombol klakson. Sebaliknya, pengemudi tipe B tenang-tenang saja sambil asyik mendengarkan musik.

    Media penyalur stres paling dekat tentu saja instrumen-instrumen kendaraan, seperti setir, klakson, dan pedal-pedal. Sayangnya, melampiaskan ketegangan di atas ranmor sudah pasti mengundang bahaya. Apalagi jika kondisi psikologis pengemudi ranmor lain juga sama tegangnya. Di sinilah perlunya sikap yang lebih dewasa, agar ketegangan tetap dapat tersalurkan, tanpa mengorbankan keselamatan berkendara.

    Gangguan yang dirasakan oleh pengemudi bisa datang dari luar maupun dalam dirinya.
    Faktor yang berasal dari dalam, misalnya pikiran yang sudah teramat kusut sebelum mengemudi, atau gangguan fisik seperti sakit gigi dan perasaan tidak enak badan lainnya.
    Sementara gangguan dari luar bisa saja ditimbulkan oleh kondisi jalan yang bergelombang, kemacetan lalu lintas, rambu-rambu jalan yang rusak, dan kendaraan lain.
    Ekstra waspada
    • Pengemudi tipe A harus selalu siaga dengan memperhatikan aspek teknis kendaraan.
    Tekanan ban contohnya, kudu rajin diperiksa, apakah sudah memenuhi rekomendasi pabrik. Periksa juga apakah rem masih berfungsi sebagaimana mestinya. Kedua komponen vital ini harus dijaga dengan baik untuk mencegah terjadinya kecelakaan, kalau nantinya terpaksa ngebut di jalan raya.
    Setelah itu, kenali kemampuan kendaraan bermotor dan diri sendiri. Sehebat-hebatnya pengemudi, jika harus mengemudikan mobil baru atau milik orang lain tetap saja memerlukan waktu untuk beradaptasi. Ia harus mengenali batas unjuk kerja roda empat yang belum dikenalnya. Idealnya sih, kemampuan ranmor dan pengemudi sama baiknya, sehingga jika si tipe A memutuskan untuk ngebut, lagi-lagi situasi tetap terkendali.
    Kendaraan bermotor yang baik di tangan pengemudi awam, atau sebaliknya pengemudi ahli yang harus menyetir kendaraan bermotor jelek, sama-sama menyimpan risiko. Risiko itu makin tinggi sejalan dengan meningkatnya kecepatan kendaraan. Tak ada tawar-menawar lagi, pada dua kasus yang disebut terakhir ini, pengemudi harus menahan diri dan ekstra waspada terhadap berbagai kemungkinan di jalan.

    Selain memperhatikan aspek teknis, pengemudi juga harus berhati-hati dalam memanfaatkan “peluang”. Orang yang tidak sabaran biasanya “gatal” jika melihat ranmor di depannya berjalan terlalu lambat. Mobil di depan itu dipandangnya tak hanya sebagai alangan, tapi juga peluang untuk "menyodok”. Dengan saksama, ia akan mengawasi jalur kiri atau kanan yang kosong. Kalau dilakukan dengan hati-hati, aksi pindah jalur itu mestinya tidak berisiko tinggi.
    Keberanian mendahului justru berguna untuk memperpendek antrean kemacetan serta mempersingkat waktu tempuh. Mempersingkat waktu tempuh otomatis mempercepat datangnva saat mematikan mesin kendaraan, sekaligus mengurangi polusi yang keluar dari knalpot.

    Di sisi lain, pengemudi tipe B yang mengemudi terlalu lambat memang menjengkelkan. Wajar kalau pengemudi tipe A jadi terangsang agresivitasnya. Tidak benar anggapan mengemudi pada kecepatan rendah pasti aman. Buat si pengemudi mungkin tidak bermasalah. Namun, kepentingan dan aspek psikologis pengemudi lain harus juga diperhatikan. Jika mengemudi terlalu pelan, bisa-bisa mobil diseruduk dari belakang.
    Jika memungkinkan, kendaraan bermotor di perkotaan sebaiknya dipacu stabil pada kecepatan 45-60 km/jam. Khusus di jalan tol, mobil bisa dipacu lebih kencang lagi. Namun, yang penting diketahui, sebenarnya bukan soal berapa kecepatan ranmor, tapi bagaimana menyetarakan kecepatan ranmor yang sedang dikendarai dengan ranmor lain yang sama-sama tengah melaju. Penyetaraan ini perlu untuk menekan rasa ingin mendahului pengemudi lain, terutama pengemudi tipe A.
    Jaga jarak
    • Saat membuntuti (tailing) kendaraan di depan, pengemudi tipe A biasanya lebih suka melakukan dari jarak dekat (di bawah 5 m).
    Hal ini sangat tidak dianjurkan, karena sangat berbahaya. Tergantung jenis dan kondisi rem, jarak membuntuti mestinya hanya bisa memendek jika kecepatan kendaraan bermotor sedang rendah. Untuk menambah kemampuan tailing, kemampuan pengemudi mengantisipasi keadaan mesti ditingkatkan.

    Pengemudi yang sudah “ahli” dapat mengantisipasi sekaligus meramalkan apa yang akan terjadi, beberapa detik ke depan, sehingga bisa memutuskan jarak tailing minimal dengan tepat.
    Tailing sendiri secara psikologis amat efektif untuk menciptakan perasaan “mengemudi terlalu lambat” pada pengemudi di depan. Alhasil, terjadilah peningkatan kecepatan rata-rata pengguna jalan, sampai mendekati batas kecepatan maksimal yang dimungkinkan (45 - 60 km/jam).

    Pada kecepatan 45 - 60 km/jam, hambatan angin masih cukup rendah, sementara putaran mesin (rpm) cukup tinggi mendekati rpm ideal mesin. Pembakanan BBM pun mendekati sempurna, sehingga menekan tingkat polusi.

    Jangan biarkan emosi terlalu dalam menguasai diri. Agresivitas mengemudi yang masih terkendali memang efektif sebagai penyalur ketegangan. Namun, agresivitas yang berlebihan dapat berubah menjadi kenekatan yang sia-sia. Ingatlah, jalan raya bukan sirkuit balap.
    Di sirkuit, setiap detik amat berharga karena imbalannya sepadan: gelar juara dan uang. Namun, di jalan raya, adalah irasional untuk tiba lebih cepat satu atau dua menit dengan mempertaruhkan jiwa.

    Pengemudi tipe A lebih baik mencari bentuk penyaluran ketegangan lain selain menggeber pedal gas. Jika ada radio tape, nyalakan musik karena tempo lagu yang teratur dipercaya mampu menahan sebagian tekanan liar kaki pada pedal gas. Bersenandung merupakan bentuk lain penyalur ketegangan yang jauh lebih aman ketimbang ngebut. Minum pun bisa menjadi alternatif. Selain menyegarkan, air menggantikan keringat yang keluar akibat rasa tegang.
    Merokok tidak termasuk penyaluran ketegangan yang baik, karena gas karbon monoksida dan asapnya justru menjadi racun penambah keletihan tubuh. Akibatnya, malah muncul sumber ketegangan baru.
    Penggunaan ponsel juga tidak dianjurkan saat mengemudi, karena sebelah tangan jadi terpaksa memegang ponsel. Konsentrasi mengemudi bisa terpecah. Apalagi orang tipe A biasanya mudah terlena oleh pembicaraan via ponsel.
    Sebaliknya, berbincang-bincang, apalagi sambil tertawa lepas dengan teman seperjalanan (asal tidak keterlaluan, sehingga mengganggu konsentrasi mengemudi) bagus untuk menyalurkan ketegangan. Terakhir, berangkatlah lebih awal, agar tak berjumpa dengan kemacetan atau gangguan lain yang berpotensi menjadi sumber ketegangan.

    Seagresif apa pun pengemudi tipe A, menyalurkan ketegangan dengan memanjakan agresivitas di jalan, jelas bukan pilihan aman. Risikonya kelewat besar. Jika mau membiasakan diri melirik bentuk penyaluran yang lebih aman, risiko pun bakal jauh berkurang. Jadi, pilihannya sebenarnya sederhana saja, kalau tetap mengutamakan selamat, ya jangan nekat. (intisari


  • READ MORE.......



  • for more details and updates about automotive-technology, please visit.........
    www.automotive-technology-guide.blogspot.com

    Baca Knalpot Cegah Repot

    Mengetahui kondisi mesin mobil bensin tak perlu repot harus membuka kap mesin atau berlepotan oli. Mau tahu jurusnya? Cermati saja kondisi ujung knalpot, Anda bisa jadi ahlinya. Modalnya tak sesulit mempelajari sebuah kitab tebal, hanya primbon praktis berikut ini.

    Lelehan oli
    Kondisi ini mengisyaratkan adanya oli mesin yang masuk ke ruang bakar dalam kuantitas cukup signifikan. Bersamaan dengan sisa gas buang, oli akan terbuang melalui saluran pipa knalpot.

    Kejadian ini bisa disimak dari lelehan oli di ujung pipa knalpot. "Saat mesin menyala, juga disertai munculnya asap putih yang pekat". (ydi/oto-o)

    Penyebabnya bisa karena kondisi ring piston yang aus atau longgar. Atau berasal dari rembesan oli akibat sil katup pecah. Perbaiki atau periksa kedua komponen ini sebelum kerusakan bertambah parah.

    Kerak hitam
    Kerak ini menempel pada dinding ujung pipa knalpot bagian dalam. Jika ini terjadi, bisa diperkirakan terlalu banyak bensin yang terbuang lewat asap knalpot. Biasanya kondisi ini menyebabkan konsumsi bensin boros dan tenaga kurang, terutama akselerasi awal.

    Hasil uji emisi gas buang juga mengindikasikan kadar hidrokarbon (HC) yang tinggi (di atas 200) dan nilai lambda yang lebih kecil dari nilai ideal (satu). "Penyebabnya karena campuran bensin yang masuk ke ruang bakar lebih banyak dari udara". Jika hal ini terjadi, coba setel ulang sistem karburasi.(ydi/oto-o)

    Kerak abu-abu
    Kondisi ini menunjukkan pembakaran di mesin berlangsung sempurna. Campuran udara, bensin dan pemantik api dalam kondisi ideal hingga efisiensi pembakaran didapat.

    Sayangnya, kerak berkelir kelabu ini relatif sulit didapat dalam kondisi lalu lintas padat (macet). Dalam kondisi ini, bensin mentah banyak terbuang melalui knalpot. Meski setelan mesin sudah ideal, kadang ujung knalpot berkerak hitam.

    Mengetahuinya, geber mobil pada rpm tinggi di jalan bebas hambatan. Tahan selama beberapa menit. Selain untuk membuang sisa kerak di ruang bakar, juga efektif mengetahui kondisi ujung pipa knalpot.(ydi/oto-o)


    Percikan air
    Kejadian ini normal terjadi saat kondisi


    mesin masih dingin. Sumber air bukan dari mesin, namun dari efek kondensasi (embun) di saluran knalpot. Seiring dengan naiknya suhu di dalam pipa dan muffler, percikan air akan hilang dengan sendirinya. Kondisi ini sekaligus mengindikasikan saluran pipa yang bersih dari lelehan oli atau kerak yang menumpuk.

    Serpihan kotoran
    Serpihan ini keluar saat mesin berputar di rpm tinggi. Bentuknya bisa berupa besi karatan atau benda mirip kapas yang terbakar. Ini sekaligus menunjukkan kondisi saringan knalpot (muffler) yang keropos akibat karat. Serpihan karat dan peredam glasswool di dalam muffler lepas, hingga keluar bersamaan dengan asap knalpot. Biasanya kondisi ini disertai bunyi gemuruh dari knalpot yang bocor dan diikuti konsumsi bahan bakar boros.(ydi/oto-o)



  • READ MORE.......





  • for more details and updates about automotive-technology, please visit.........
    www.automotive-technology-guide.blogspot.com

     
     
     

    Total Tayangan Halaman